Seperti apa perekonomian Indonesia di tahun 2016? Dikutip dari Tempo, Euromoney Institutional Investor kembali menggelar acara Indonesia Investment Forum di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, pada Selasa, 22 Maret 2016. Acara yang dihadiri sekitar 500 eksekutif bisnis dari dalam dan luar negeri ini untuk mendengarkan paparan dari para pembuat kebijakan di Indonesia dan pemimpin perusahaan, baik swasta maupun pemerintah mengenai bagaimana kondisi ekonomi dan investasi Indonesia di tahun 2016.
Hal ini mengingat pada tahun 2015 adalah merupakan tahun berat bagi Indonesia. Dari sisi politik, implementasi terhadap reformasi banyak yang terhalang oleh berbagai pertikaian.
Secara ekonomi, faktor- faktor eksternal yang meliputi naiknya suku bunga AS dan perlambatan ekonomi di China telah banyak berdampak terhadap penurunan perekonomian Indonesia. Tantangan- tantangan inilah diharapkan dapat diselesaikan di 2016 ini.
Meskipun demikian, ada keyakinan bahwa tanda-tanda ekonomi Indonesia akan keluar dari masalah ini. Bank Dunia dan Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan rebound tahun ini di angka 5,2 persen hingga 5,6 persen.
Pertumbuhan ini akan dicapai melalui pembangunan infrastruktur, paket stimulus fiskal, dan penguatan konsumsi domestik. Sementara itu, investasi diperkirakan juga akan meningkat sepanjang diberlakukannya reformasi struktural.
Untuk alasan ini, tahun 2016 menjadi saat yang menentukan bagi Indonesia. Investor akan melihat apakah Indonesia bisa kembali menjadi negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dengan melakukan reformasi struktural dan tetap memelihara iklim yang kondusif bagi para investor.
Dari regulator yang hadir memberikan paparan dalam acara ini adalah Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Gubernur BI Agus Martowardojo. Paket-paket kebijakan yang telah digelontarkan pemerintah dirangkum untuk menunjukkan perbaikan regulasi yang tujuannya menarik direct foreign investment.
Dalam acara ini, Bank Mandiri turut menghadirkan beberapa pembicara, yaitu Darmawan Junaidi, Senior Vice President Bank Mandiri dan Moekti Prasetiani Soejachmoen, Head of Mandiri Institute, masing-masing memberikan analisis dan gambaran tentang iklim investasi di dalam negeri terutama sektor -sektor yang diingat memerlukan modal kerja seperti manufacturing.
Pajak dari Teknologi dan Informasi
Salah satu pembahasan yang menarik adalah tentang perusahan multinasional yang berbasis teknologi informasi, seperti Google, Facebook, Twitter dan Yahoo akan diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan.
Permasalahannya, keempat perusahaan tersebut tidak pernah membayar pajak penghasilan (PPh) badan dan PPn atas berbagai transaksi kepada negara Indonesia.
“Google, Facebook, Twitter, Yahoo itu sama sekali nggak pernah bayar pajak Indonesia makanya kita akan periksa,” ungkap Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Bambang menyampaikan, untuk Google tercatat sudah berbadan hukum dalam negeri sejak 2011 dengan status Penanaman Modal Asing (PMA). Google merupakan dependence agent atau perwakilan dari perusahaan Singapura.
“Penghasilannya dari Indonesia, tapi pajaknya justru dibayarkan di Singapura yang seharusnya menjadi hak kita. Ini akan menjadi pemeriksaan khusus oleh Ditjen Pajak kantor wilayah khusus,” jelas Bambang.
Yahoo, juga sudah berbadan hukum dalam negeri dengan status PMA sejak 2009. Posisinya sebagai perwakilan dari perusahaan di Singapura, yakni Yahoo Singapura Ltd namun tidak pernah bayar pajak di Indonesia.
Selanjutnya adalah Facebook dengan status kantor perwakilan dari Singapura sejak 2014 sedangkan Twitter berstatus sebagai kantor perwakilan dari Singapura yang tercatat di Indonesia sejak 2015.
“Penghasilan FB dan Twitter harusnya menjadi bagian penerimaan pajak kita. Maka dilakukan pemeriksaan khusus oleh Kanwil Jakarta khusus,” ujarnya.
Pajak hanya untuk mereka yang berpenghasilan diatas Rp 4,5 juta
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) akan dinaikkan menjadi Rp 4,5 juta. Kenaikan PTKP tersebut, kata Bambang, rencananya akan diberlakukan mulai Juni mendatang.
“PTKP tadi sudah dikonsultasikan dengan DPR. Rencananya Rp 4,5 juta supaya setiap tahun nggak usah naik lagi,” kata Bambang saat ditemui di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu, 6 April 2016.
Bambang mengatakan dengan PTKP sebesar itu, penerimaan pajak akan menurun. Dia memprediksi, potensi penerimaan pajak yang akan hilang sebesar Rp 18 triliun. “Tapi akan dikompensasi oleh Ditjen Pajak dengan cara lain,” ujarnya.
Menurut Bambang, Ditjen Pajak akan melakukan ekstensifikasi dalam pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi. Selain itu, penerimaan pajak dari Bentuk Usaha Tetap juga akan digalakkan. “Yang penting bisa menambah pertumbuhan ekonomi sebesar 0,16 persen, termasuk dari konsumsi rumah tangga dan investasinya,” katanya.
Bambang berharap, dengan dinaikkannya PTKP, daya beli masyarakat meningkat. “Orang yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta tidak harus bayar pajak dan bisa dipakai untuk konsumsi. Sekarang, masyarakat Karawang dengan UMK Rp 3,3 juta sudah kena pajak karena PTKP kita Rp 3 juta,” ujarnya.
(hrz/ref:tempo, detik)