Indonesia merupakan negara berkembang dan masih sangat bergantung pada kondisi ekonomi global, terutama pada investor asing. Penyebabnya tak lain adalah sumber pendanaan dalam negeri yang masih sangat terbatas.

Bank Indonesia ( BI ) mengamati hal tersebut sangat wajat untuk sebuah negara berkembang. Akan tetapi saat ini ada 2 kelemahan yang harus diperbaiki oleh pemerintah.

1. Defisit neraca transaksi berjalan

Dilansir dari liputan6.com Gubernur BI Agus Martowardoyo menjelaskan “Dengan kondisi seperti itu, depresiasi kurs rupiah menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan, kurs nilai tukar itu sangat ditentukan oleh neraca transaksi berjalan.”

Ia juga menambahkan bahwa kondisi neraca berjalan yang terus mengalami defisit, BI tak menjamin nilai tukar rupiah bisa kembali lagi ke level 9000 seperti beberapa tahun yang lalu.

2. Utang luar negeri yang sudah dalam status waspada.

utang

Utang luar negeri swasta sendiri saat ini mencapai 163 Milyar US Dollar. Dari total Utang Luar Negeri (ULN) swasta tersebut diimbangi dengan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) yang didominasi oleh asing dimana mencapai 38 persen. “Padahal konon yang direkomendasikan dalam tahap aman itu di bawah 30 persen,” ujar Agus.

Kelemahan ekonomi tersebut ditambah dengan utang tersebut hanya 26 persen yang melakukan lindung nilai. Degan begitu sebanyak 74 persen utang sangat rentan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolas AS.

Agus pun menghimbau kepada seluruh perusahaan di Indonesia untuk lebih mengendalikan ULN mereka