Tema ‘karakter’ masih menjadi bahasan yang hangat dan penting dibicarakan dalam dunia pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena sesuai dengan kurikulum yang saat ini sedang diberlakukan. Kurikulum 2013 menghendaki agar pembelajaran menekankan pada pengembangan karakter siswa. Hal ini disinyalemen oleh fakta-fakta empiris di lapangan, dimana anak-anak mengalami peluruhan nilai-nilai moral sehingga anak-anak nampak agresif.
Namun demikian, kurikulum 2013 tidak sekedar menekankan bagaimana anak-anak berkarakter saja. Lebih dari itu, menjadikan anak-anak cerdas juga merupakan hal yang tidak bisa dihindari karena tujuan nasional pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Selain itu, secara psikologis setiap orang tua pasti merasa bangga dan bahagia jika anaknya cerdas dan berkarakter.
Dengan kecerdasan dan berkarakter tersebut menjadikan anak cenderung lebih mudah diarahkan dan membawa manfaat yang besar bagi diri dan lingkungan sekitar.
Perilaku Cerdas diantaranya
- Rasa ingin tau tinggi
- Menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat
- Mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan masalah
- Mudah menghafal
- Mudah beradaptasi
- Aktif
- Dapat memotivasi dirinya sendiri
Perilaku Berkarakter
Perilaku berkarakter dibangun dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif, seperti: religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cibta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab (Kemendikbud, 2013).
Pola Pengasuhan Orang Tua
Anak cerdas dan berkarakter dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar keluarga. Faktor dari dalam keluarga yang dimaksud adalah pola pengasuhan orang tua. Sikap dan perilaku orang tua secara tidak langsung akan mendorong pada kecerdasan dan karakter anak.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan kecerdasan dan karakter anak tergantung pada pola pengasuhan yang ditetapkan orang tua melalui interaksinya dengan anaknya, sehingga pola pengasuhan orang tua yang berbeda akan menghasilkan tingkat perkembangan kecerdasan dan karakter yang berbeda pula.
Pola Pengasuhan Otoriter
- Orang tua menggunakan dirinya sebagai contoh bagi anaknya
- Mengajak berpartisipasi, mendorong diskusi dengan menggunakan logika
- Membuat standar perilaku serta memeliharanya dengan konsisten
- Menghargai disiplin dan hangat dalam mengasuh tapi tetap memelihara otoritas pemuat keputusan terakhir
- Mendorong kebebasan dalam batas-batas wajar
Pola Pengasuhan Permisif
- Orang tua kurang dalam keterlibatan dan pengawasan terhadap anak
- Orang tua serba memperbolehkan apa yang dilakukan anak
- Cenderung mengabaikan tanggung jawab dan kepedulian terhadap anak
- Tidak menetapkan standar perilaku yang jelas dan tanpa bimbingan terhadap anaknya
Peran Orang Tua
Anak-anak sebagai generasi yang unggul tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan, yang memungkinkan potensi mereka dapat tumbuh dengan optimal.
Orang tua memegang peranan penting untuk menciptakan lingkungan tersebut guna merangsang segenap potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal.
Jadi, apa yang perlu dilakukan orang tua?
- Pertama pastinya dengan merawat janin sejak masih dalam kandungan dengan mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an (islam), musik instrumental, konsumsi makanan sehat, dll.
- Ketika bayi, diberi rangsangan-rangsangan mental. Ini akan menjadikan bayi cenderung memiliki perkembangan mental yang sehat.
- Bentuk-bentuk rangsangan mental: pelukan, dekapan, ciuman, belaian, permainan-permainan tradisional seperti ‘ciluk ba’, dsb.
- Mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai potensi anak.
- Memahami anak sebagai individu yang unik:
- Anak bukan orang dewasa mini. Anak memiliki keterbatasan-keterbatasan dan memiliki dunia sendiri yang khas.
- Dunia anak-anak adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh dengan spontanitas dan menyenangkan.
- Anak akan melakukan sesuatu dengan penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan. Sebaliknya akan dibenci dan dijauhi oleh anak apabila suasananya tidak menyenangkan.
- Mulailah dengan memberi contoh/teladan, ini disesuaikan dengan kondisi perkembangan pada anak yang memiliki karakteristik yang khas
- Realistis dalam memberikan bimbingan atau arahan, artinya menetapkan standar perilaku yang ingin dilatih atau dikembangkan berdasarkan kemampuan yang sudah dimiliki anak.
- Mendorong anak untuk melakukan regulasi diri (self regulated)