Jose Javier, seorang remaja yang tinggal di sebuah kota kecil Torrevieja di Spanyol, bermaksud untuk menjadi seorang YouTubers yang terkenal dan kaya raya. Sedikit yang dia tahu, alih-alih dibayar melalui Google Adsense untuk program periklanan, justru dia mendapat tagihan Adwords sebesar 100.000 Euro atau sekitar Rp 1,5 miliar.

tagihan

Ilustrasi

José Javier yang masih berusia 12 tahun telah mendaftar program Google AdWords. Tujuannya adalah untuk memperoleh penghasilan dari iklan yang ditempatkan di samping video YouTube untuk band-nya; Torrevieja llamada Los Salerosos (bahasa Indonesia: Band Anak-anak yang menyenangkan) dari kota Alicante di mana dia tinggal .

Sayangnya untuk musisi muda itu, tidak mengetahui bahwa program AdWords dari Google diperuntukkan bagi mereka yang ingin beriklan, bukan Google Adsense untuk mendapatkan penghasilan. Menurut laporan harian Spanyol El País (05/10/16), José dan teman-temannya berencana membeli instrumen, memutar musik, menjadi orang kaya dan membeli sebuah rumah mewah dengan layanan tersebut.

Setelah cerita menghantam pers kantor Spanyol, Google mengirimkan pernyataan mengenai penagihan, menjelaskan bahwa tim telah “menganalisis kasus”. Belum ada pembayaran dari pihak keluarga, dan Google akhirnya membatalkan tagihan Adwords kepada Jose dan keluarga.

We have analyzed this case and we haven’t received payment from this particular user. We will proceed to cancel the user’s pending AdWords balance. Many online services, including Google AdWords, have age restrictions policies in place. We know how important it is to keep the family environment safe on the Internet. That’s why parents have our Safety Center available.

Pada awal September, penagihan akun oleh Google dilaporkan naik dengan cepat berawal  dari € 15 (Rp 200ribu) sampai € 19.700 ( Rp 300 juta) pada suatu waktu sampai jumlah utang mencapai enam digit.

Ibu anak itu mengatakan kepada El Pais bahwa anaknya tidak mengerti apa yang dia lakukan, tapi menikmati ketenaran dari tagihan. Sementara sang ayah mengatakan: “Saya bertanya apakah dia tahu kemungkinan konsekuensi apa yang telah dilakukannya, tapi rupanya [dia] tidak percaya [sesuatu yang buruk akan] terjadi. Kita lebih realistis..”