Sebut saja namanya Bejo. Bejo terlahir di sebuah desa di jawa tengah yang memutuskan untuk merantau di kota Jakarta. Begitu dia sampai disana, dia sangat terkejut dengan apa tak pernah ia dapatkan di desa semua nya ada di sini. Ya, ibukota menjajikan seseorang untuk menjadi kaya.

Sebulan setelah ia diterima bekerja di PT dimana ada orang dalam yang membantunya bekerja disana. Kehidupan bejo mulai berubah sedikit demi sedikit, dan setelah 1 tahun kemudian total 180 derajat dia berubah. Yang dulunya beli rokok hanya beberapa batang untuk sehari namun semenjak penghasilanya semakin bertambah, 2 bungkus rokok tak cukup untuk satu hari. Semua hiburan didatanginya, mulai dari cafe sekedar mentraktir temen cowo maupun cewe sampai nonton konser luar negeri yang harga tiketnya lebih mahal daripada biaya kost perbulan nya.
foya foya

Gengsi, adalah awal mula terjatuhnya si bejo ini. Jika di kampung ia makan seadanya, namun ketika merantau paling tidak sekali makan habis puluhan ribu. Itu pun kalau dia makan sendiri, kalau bareng sama temannya ia lebih memilih untuk mentraktir dari pada di traktir. Aneh memang nih orang.

Beberapa tahun kemudian ia menyadari, siapa dia, bagaimana keadaan keluarganya dan bagaimana lingkungan asalnya mengajari sebuah kesederhanaan. Kemudian ia mulia bercerita sambil melihat lebaran surat pajak yang baru diterimanya : “kudune 2 taun iki, aku wes biso gowo bali xenia gawe nyenengke mbokne nang kampung. Tapi duite dong nang di yo?”. Dia nggak sadar pengeluaraannya gila-gilaan yang dilakukannya di ibukota.
ini dia list nya :
1. Makan 3x sehari = 50.000 x 30 = 1.500.000
2. Rokok, ngopi, cemilan = 30.000 x 30 = 900.000
3. Bensin = 10.000 x 30 = 300.000
4. Kost = 300.000
5. Hiburan weekend 300 x 4 = 1.200.000
6. Belanja = 1.000.000
TOTAL = 5.000.000

Barang =
1. Handphone = 5.000.000
2. Motor Seken = 7.000.000
3. Laptop = 8.500.000
4. Lain-lain = 2.000.000
TOTAL = 22.500.000

Total pengeluaran selama 2 tahun merantau = 22.500.000 + ( 5.000.000 x 24 ) = 142.500.000
Dan saat itu juga paijo hanya memiliki tabungan Rp 10.000.000

Beberapa bulan kemudian bejo mengalami sakit-sakitan, jutaan rupiah habis untuk berobat. Sementara Bejo masih memiliki tanggungan membiayai kuliah adiknya. Kinerja di perusahaan pun menurun, akhirnya tepat 3 tahun kontrak dengan perusahaan tidak diperpanjang lagi. Tak ada pesangin untuk Bejo karena dia bukan karyawan tetap.

Sebulan Bejo berada di perantauan tanpa pekerjaan, bukannya dia menghemat uang. Tapi justru ia gunakan untuk beli minuman setan. Rokok terkadang sehari nambah 3 bungkus, jalan-jalan nggak jelas menghambur-hamburkan uang. Akhirnya tabungan terakhirnya sekitar 20 juta.

Merasa gagal di perantauan, Bejo akhirnya pulang kampung. Berniat menjadi wira usahawan, namun dengan modal terbatas membuatnya frustasi. Beberapa usaha selama beberapa bulan terakhir bukannya untung yang didapat melainkan rugi dan ditipu orang. Kalimat terakhir yang diucapkan Bejo adalah “Saiki aku arep minggat, duitku tinggal 3 juta, sopo ngerti 3 taun nang ngarep biso dari 3 milyar”.

Malang benar nasibnya Bejo, semoga cita-citanya tercapai.

Dari kisah Bejo diatas, kita bisa mengambil pelajaran berharga bahwa kita harus benar-benar paham siapa diri kita. Buang jauh-jauh gengsi di perantauan karena planning masa depan itu sangat penting agar tidak menyesal di kemudian hari.