Saya tidak berpikir bahwa semua anak muda Indonesia merupakan anak komplek semua, yang hobi ke mall, nongkrong di cafe, memiliki gadget terbaru, kendaraan bagus dan sangat aktif di media sosial dengan menampilkan foto mereka berikut kemewahan yang dimiliki. Padahal, 40 juta pemuda diantara lebih dari 200 juta jiwa di Indonesia, sebagian besar generasi muda masih dalam masa berjuang dan perlu menanamkan jiwa nasionalisme agar tidak tergerus budaya asing.

Saya tidak menyalahkan media ternama yang mengatasnamakan dedikasi untuk anak muda. Karena itu adalah bisnis yang menjadi prioritas. Sebagai contoh, salah satu media mengangkat isu gosip selebriti dan memancing pembaca untuk ikut membenci pihak tertentu. Semua itu perlu klarifikasi dari berbagai pihak dan perlu pertanggung jawaban.

“mengajarkan gaya hidup glamor, tapi tak memberi makna, apa gunanya?”

Mediamuda.com, memiliki mimpi untuk mencoba untuk menjembatani era modern dan kearifan lokal. Kita tak bisa mengelak dengan perkembangan yang ada, akan tatapi perilaku tradisional masyarakat yang telah terbentuk dengan baik jangan sampai hilang begitu saja.

Saya pernah mendengar dari seorang Pakar Pendidikan Sejarah dari UPI, Dadang Supardan, ia menyebut bahwa generasi muda mudah terombang-ambing dan mudah terbawa budaya asing.

Kita bisa mencontoh kebudayaan Jepang, mereka sangat melek teknologi, bahkan yang tercanggih di Asia. Akan tetapi orang-orang jepang masih menjaga amanat dari kebudayaan asli.

Berat, tidak mudah memang untuk membina masyarakat. Kita sudah bisa melihat, secara tak sadar ketika menonton acara televisi nasional. Bandingkan jumlah stasiun televisi yang berisi hiburan semata dengan acara yang mengedukasi, sebagian besar adalah hiburan.

Saya pernah membayangkan, saya bukan tim sukses Ridwan Kamil, akan tetapi ia adalah sosok yang sangat tepat untuk memegang kendali TVRI. Stasiun televisi BUMN tersebut sebenarnya memiliki konten yang sangat bagus, akan tetapi cara penyampaiannya begitu miskin inovasi. Berbeda dengan stasiun televisi swasta yang lebih kompetitif, mereka memiliki daya saing yang berpotensi untuk lebih maju lagi.

 

Banyak anak muda yang kreatif, cerdas, imajinatif dan memiliki pengalaman yang luar biasa. Namun sayangnya, tak banyak dari mereka yang mau membagikan ke publik. Sementara kebanyakan sosial media mulai facebook, twitter, instagram hanya berisi pop-culture, mainstream, dan lebih suka memamerkan profil mereka tanpa prestasi yang dibanggakan.

Tak sedikit juga anak muda yang memamerkan karyanya, akan tetapi bukan pujian yang didapat, melainkan sebuah bullying. Niatnya mau membangkitkan semangat kepada yang lain, justru malah dibilang sok-sokan. Berat memang.

Saat ini, saya hanya berpikir bagaimana caranya membangun generasi anak muda dan remaja untuk lebih hidup produktif ketimbang hidup glamor. Hidup glamor memang tak ada salahnya, karena orang tersebut orang yang terlanjur kaya. Tapi, apakah terpikirkan juga seluruh pemuda Indonesia adalah anak dari orang kaya semua.

Indonesia masih miskin, bahkan yang ngakunya kaya sebenarnya mereka masih miskin. Coba tengok tetangga, tabung gas apa yang ia gunakan? dan lihat tulisannya. Sementara saat mereka mengendari kendaran, bahan-bakar apa yang mereka gunakan?

Jadi, bagi kalian anak muda yang kreatif dan masih memiliki mimpi untuk membangun Indonesia lebih baik di masa mendatang, gabunglah bersama kami untuk menuliskan ide, wawasan dan semua hal yang perlu diketahui oleh publik.