Lesunya pasar dalam negeri berimbas pada industri produk domestik. Industri sepatu berpikir untuk menjual lebih banyak eksport. Hal ini adalah salah satu cara untuk menyikapi agar mereka tetap berproduksi.

industri sepatu indonesia

Eddy Widjanarko sebagai Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia mengkonfirmasikan bahwa penjualan sepatu di pasar lokal mengalami penurunan sekita 15 % sampai 20%. Hal ini otomatis menurunkan produksi, namun tak serta merta dilemparkan. Ia meyakini bahwa langkah menjual porsi lebih banyak eksport ke luar negeri. Ia yakin kapasitas prduksi dalam negri tidak akan menurun drastis dan butuh waktu.

Sepanjang periode Januari – April 2015, Industri alas kaki sudah mengalami penurunan produksi hingga 20%. Dan dampak yang ditimbulkan adalah pemutusan hubungan kerja dengan karyawan mereka. Selain itu momen lebaran silam yang biasaya penjualan dalam negeri sangat besar, tidak mampu mendongkrak penjualan.

“Akibatnya ada kelebihan stok yang besar di tiap-tiap pemegang merek sepatu. Jadi untuk sementara mereka tidak produksi untuk lokal karena menghabiskan stok yang ada. Jadi fokus ke ekspor saja,” paparnya.

Saat ini, Indonesia menempati posisi keenam sebagai produsen alas kaki dunia setelah China, Amerika Serikat, India, Brazil dan Jepang, dengan pangsa pasar sebesar 3,6%. Eddy mengatakan pangsa tersebut bisa ditingkatkan hingga 4%.

“Kalau mau ditingkatkan itu tidak sulit karena memang order itu ada terus. Tinggal kita yang tentukan, mau lokal atau ekspor. Mumpung sekarang kondisinya seperti ini, ya kami lebih memilih ekspor,” jelasnya.

Dia menjelaskan penambahan tersebut tetap menyasar pasar yang sama dengan sebelumnya, hanya saja volumenya ditambah. Menurutnya, raihan tahun ini akan stagnan dengan tahun lalu yaitu di kisaran US$4,5 miliar. Adapun kapasitas produksi juga diperkirakan stagnan akibat pelaku industri yang masih menunggu adanya perbaikan.

Adapun kebutuhan alas kaki dalam negeri berkisar 60 juta pasang per tahun, dengan porsi produk lokal dan impor 50%-50%.

Untuk memperbaiki kinerja industri, Eddy mengatakan bahwa pelaku usaha khususnya untuk industri padat karya, diperlukan kepastian terkait upah minimum regional (UMR). “Kalau UMR tetap bisa sama atau kenaikannya bisa diprediksi, mestinya industri sepatu itu berkembang terus,” tambahnya. (hrz/refbisnis.com)