Cara mengenalkan produk smartphone Oppo “Selfie Expert” terbilang sangat berani. Vendor asal China itu menggolontorkan dana yang tak sedikit untuk model pemasaran. Tidak seperti vendor lain yang lebih banyak ke online-marketing, Oppo justru membombardir offline-marketing seperti beriklan di TV untuk menjangkau masyarakat di berbagai penjuru tiap negara, termasuk Indonesia.

oppo-selfie-expert

Lima tahun lalu, saat pertama kali memasuki pasaran smartphone, Oppo bisa dibilang bukan siapa-siapa. Gaung namanya pun relatif tidak terdengar. Tapi kini pabrikan asal China itu telah menjadi salah satu pabrikan smartphone terbesar dunia.

Data IDC untuk kuartal-III 2016 menempatkan Oppo sebagai vendor terbesar keempat di dunia setelah Samsung, Apple, dan Huawei. Di Indonesia, Oppo duduk di urutan kedua setelah Samsung.

Apa rahasia kesuksesan Oppo? Laporan Reuters yang dirangkum KompasTekno, Jumat (28/10/2016) menyebutkan bahwa salah satu resep Oppo adalah pemasaran yang agresif baik secara online maupun offline.

“Tak ada brand lain yang mampu menyamai taktik bombardir penjualan Oppo,” komentar seorang eksekutif distributor ponsel di Shijiazhuang, China.

Oppo R9 “Selfie Expert” yang memiliki kamera depan mumpuni, misalnya, dipromosikan dengan target audience pengguna media sosial. Model ini berhasil menjadi ponsel dengan penjualan tertinggi di China kuartal lalu.

Mengandalkan penjualan offline

Di Jakarta, outlet ponsel Oppo bisa ditemukan di pusat perbelanjaan. Toko mini itu kerap disertai jajaran SPG yang menawarkan pengunjung supaya mencoba ponsel Oppo.

Analis menyebutkan jaringan toko fisik Oppo berhasil mendorong penjualan di Indonesia, juga kota-kota kecil yang penduduknya masih kurang akrab dengan belanja online dan lebih suka mengunjungi outlet untuk membeli ponsel.

Oppo juga mengendalikan sendiri segala hal yang terkait dengan penjualan smartphone, dari tahapan desain produk hingga distribusi.

Oppo menjual perangkat lewat jaringan tokonya sendiri, menjalin kerja sama dengan mitra ritel lokal, dan menyediakan penaga pemasaran berikut insentif.

“Kami memproduksi sendiri semua ponsel… kami tak berurusan dengan distributor, kami ingin meyakinkan bahwa kami memiliki kendali dari end-to-end atas pengalaman pengguna,” kata Chief Executive Oppo Singapura, Sean Deng.

Kesinambungan strategi “bombardir pasar” Oppo masih dipertanyakan karena besarnya biaya yang diperlukan. Begitu pertumbuhan melambat, hal tersebut mungkin akan menjadi masalah.

“Saya pikir model (pemasaran Oppo) stabil, namun pertumbuhan ke depannya mungkin menurun dan membutuhkan lebih banyak investasi,” sebut CK Lu, seorang analis di firma riset Gartner.

Toh, kemunculan Oppo tak urung mengejutkan para rivalnya sesama pabrikan ponsel dari China, seperti Xiaomi dan LeEco, yang selama ini lebih banyak mengandalkan online marketing.

Oppo berada di bawah payung besar BBK Electronics, raksasa elektronik China yang juga menjual ponsel dengan brand Vivo. Keduanya kini tercatat masuk dalam lima besar pabrikan smartphone dunia.

(Credit: Kompas)