Gungung Ciremei sering disebut juga dengan Gunung Ceremei. Gunung yang berada di Provinsi Jawa barat itu memiliki pesona alam yang indah. Namun, banyak hal yang mengganjal untuk menikmati pemandangan tersebut.

Kotor, itulah saat ini yang terjadi di gunung tersebut akibat banyaknya sampah. Selain itu ditemukan banyak sekali botol berisi air kencing mengotori Gunung Ciremai.

Hal ini membuat para relawan Gunung Ciremai merasa miris. Seharusnya para pecinta alam selalu menjaga gunung tersebut, bukan mengotori.

botol air ciremai

Botol berisi air kencing

Kutipan dari relawan Gunung Ciremai oleh Gempac Junior :

“KALIAN YANG KENCING DIBOTOL, GW YANG HARUS MINUM…?”
Ini bukan pencitraan,
Ini masalah harga diri,
Berapa kali anda-anda melakukan hal ini ditempat kami bermain?
Belum puas kah kalian?
Bakar saja bakar gunungnya, dari pada harus menanggung malu ketika banyak opini yg mengatakan bahwa “gunung ciremai itu kotor gara2 banyak yg kencing di botol/plastik, lalu digantungin”
Segala cara sudah kami tempuh, namun belum ada juga perubahan.
Kami hanya bisa pasrah,
Allah yang tau segalanya dan Allah lah sang maha pemberi petunjuk bagi hambanya yang berada di jalan yg salah.
Netralisir jalur pendakian linggarjati,
Gunung Ciremai – Kuningan, Jawa Barat
‪#‎RANGERLinggarjati‬
‪#‎KOMPEPARKuningan‬
‪#‎RelawanCiremai‬
‪#‎TamanNaaionalGunungCiremai‬
Model : Oliz Al-Wafrie
Kuningan, 9 Agustus 2015

MITOS

Mitos merupakan salah satu penyebab kotornya Gunung Ciremai. Sebelumnya seorang pertapa yang bersemedi di tempat itu juga menyesalkan perilaku beberapa orang yang tidak bertanggung jawab.

Dilansir dari pikiran-rakyat, Sebuah ungkapan membuat miris terlontar dari mulut Kristianto alias Krisna Jaya Wisesa (46) seorang pertapa yang baru-baru ini telah menjalani semedi selama sebulan lebih di area Pos Goa Walet, kawasan puncak Gunung Ciremai, Minggu (2/11/2014).

Warga Desa dan Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, kelahiran Kabupaten Ciamis 29 Desember 1969 itu, menyatakan bahwa Gunung Ciremai di perbatasan wilayah Kabupaten Kuningan dengan Kabupaten Majalengka, Jawa Barat itu, secara lahiriah saat ini merupakan gunung terkotor se-Indonesia.

Krisna yang mengaku pernah melakukan pertapaan serupa di semua gunung kawasan Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali, mengungkapkan hal tersebut, saat ditemui “PRLM”, di pos Pengelola Pendakian Gunung Ciremai jalur Palutungan, di Dusun Palutungan, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Minggu (2/11/2014).

“Kesan yang saya temukan secara alami di gunung ini, Gunung Ciremai ini menurut saya gunung terkotor se-Sumatera, Jawa, dan Bali,” tuturnya.

“Dari segi apa? Disemua gunung tidak ada yang namanya orang kencing di botol lalu dibuang di gunung. Di semua gunung tidak ada yang begitu, selain Ciremai,” kata pria yang mengaku sudah memiliki tiga anak dan tiga orang cucu itu, menjelaskan.

Selama bersemedi di kawasan lereng puncak gunung berapi tertinggi di Jawa Barat itu, Krisna mengaku sering mondar-mandir dari Goa Walet ke area puncak Ciremai, sambil memungut setiap jenis sampah buangan pendaki dan dibawa turun ke area Goa Walet.

“Selama saya ada di sana, kegiatan itu rutin saya kalukan setiap hari Senin. Sampah yang saya bawa turun ke Goa Walet itu, saya pilah, ada yang dibakar habis ada yang saya manfaatkan,” katanya.

Sampah berupa botol plastik bekas kemasan air minum yang tidak dipakai air kencing, dicuci dan diisinya dengan air bersih dari tampungan tetesan air di Goa Walet. Sementara, botol plastik berisi air kencing ditumpahkan dan dikumpulkan terpisah, sedangkan berbagai jenis sampah plastik lainnya dia musnahkan dengan cara dibakar habis di area Goa Walet.

Terkait dengan itu, salah seorang petugas PPGC jalur Palutungan yang tengah mendampingi Krisna di pos Palutungan Nana Kusna (42), menjelaskan, ulah sebagian pendaki kencing di botol dan plastik ditinggalkan di Gunung Ciremai sudah berlangsung sejak jaman dulu.

“Salah satu faktor yang melatarbelakanginya, karena banyak orang menganggap Ciremai ini adalah gunung suci, sehingga banyak pendaki ketakutan buang air kencing di tanah Ciremai. Kemudian sebahian pendaki akhirnya menyiasati mitos itu dengan cara buang air kencing ke dalam botol atau plastik, lalu dibuangnya begitu saja di gunung,” kata Nana Kusna.

Nana dan beberapa orang petugas PPGC di pos tempat pendaftaran pendaki itu menyatakan, untuk menghindari kebiasaan buruk pendaki seperti itu, pihaknya selama kerap mengingatkan kepada calon pendaki agar tidak meninggalkan sampah di gunung Ciremai. Termasuk memberikan tips-tips bagi pendaki yang memegang mitos tersebut tadi.

“Saran kami, semestinya kalau pun pendaki memegang mitos itu, ya kencing saja di tanah yang penting kulonuwun (permisi) dulu sesuai keyakinan masing-masing. Dan, kalau memilih kencing di botol atau plastik, ya bawa turun jangan dibuang di gunung,” ujar Nana dibenarkan rekannya Endun (43).

Sementara itu, Krisna yang dijemput dan diiring turun dari tempat bertapanya di Goa Walet, pada Jumat (31/10/2014), hingga Minggu (2/11/2014) tinggal sementara di pos PPGC Palutungan, menunggu dipertemukan dengan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Padmo Wiyoso.

Krisna masih sangat berharap mendapatkan kebijakan dari BTNGC untuk melanjutkan rencana pertapaannya sampai dengan 100 hari di Goa Walet kawasan puncak Ciremai.

Ditanya menganai faktor pendorong dan tujuan dirinya melakukan pertapaan semedi di gunung-gunung tinggi, termasuk di Ciremai, Krisna mengaku hal itu dilakukan mengikuti petunjuk goib para leluhur.

“Saya bertapa atau bersemedi di gunung-gunung, sama sekali bukan untuk mendapatkan kekuatan atau kekayaan materi duniawi, tetapi hanya mengikuti petunjuk-petunjuk alam yang saya terima secara goib,” katanya.

Selain itu, dalam setiap persemediannya di gunung, menurutnya selalu dia sertai dengan upaya-upaya memelihara kelestarian alamnya. Di antaranya dengan membersihkan area puncak gunung dari sampah buangan pendaki tidak bertanggungjawab, termasuk mengingatkan kepada para pendaki agar tidak meninggalkan sampah di gunung.

“Kebetulan, saya juga memiliki hoby mendaki gunung, dan ayah saya pun waktu masih ada saya tahu sering berpetualang mendaki disertai bersemedi di gunung-gunung tinggi seperti yang saya lakukan,” kata Krisna, seraya mengungkapkan dirinya pertama kali mendaki disertai bersemedi pada usia 20 tahun di puncak Gunung Galunggung, Tasikmalaya.

Soal kencing di botol dan membiarkannya di gunung, mungkin yang mereka pikirkan adalah tidak merusak alam dan tidak ‘mengencingi penunggu’ yang ada disitu. Tapi kalau kencing di botol kemudian digantung di tempat tersebut sama saja dengan menghina semua makhluk baik manusia, hewan, tumbuhan dan astral.

Kalau memang masih takut dengan mitos, maka sebaiknya botol yang telah di isi air seni nya dibawa turun lagi, bukan di tinggal. Jika tradisi ini akan terus menerus berlangsung, akan seperti apa nantinya Gunung Ciremai. Dan yang pasti, akal pikiran yang diberikan Tuhan kepada manusia harus digunakan. (hrz)