Hallo guys, tulisan ane pasti jelek kalau bahas soal dunia usaha, tapi setidaknya, tulisan ini murni dari pikiran ane yang udah buntu. Mungkin kali ini waktu yang tepat buat ngasih pernyataan bahwa “membuat situs untuk kalangan remaja di Indonesia, bakal membuat ente sakit hati”.
Dunia usaha, tidak ada yang mudah. Ada saja kendala yang dihadapi. Dalam digital marketing, publisher atau penayang iklan pada sebuah website pun mulai banyak keluhan. Alih-alih ingin mendapat pemasukan yang besar, justru mereka harus menanggung beban biaya domain dan server, belum lagi waktu, tenaga dan pikiran mereka terkuras. Tak sedikit dari publisher mulai frustasi, hal ini dikarenakan maraknya penggunaan Adblock yang ada di UC Browser dan Opera Mini.
Dulu gue sempet ngobrol sama temen-temen publisher, dan mereka menyarankan jangan buat situs atau blog Indonesia yang ditujukan untuk anak muda. Alasan mereka adalah kebanyakan pengguna ‘never spending money’, artinya remaja adalah pengguna yang serba irit.
Ok, smartphone mereka bisa yang paling baru, mungkin mahal juga. Tapi, kalau pengen punya aplikasi atau apapun itu, mereka lebih memilih yang gratisan. Ya, gue juga ngerti kalau yang gratis lebih menyenangkan. Kalau ada yang gratis kenapa milih yang bayar. Contoh lainnya adalah download lagu, film, game, dan masih banyak lagi.
Karena sudah terbentuk mental gratisan seperti itu, pengguna tetap saja tidak merasa puas. Ketika mencari sebuah informasi yang dibutuhkan, begitu ada iklan, mereka merasa jalan terhalangi. Mindset ‘iklan adalah gangguan’, tapi apakah kalian bisa membayangkan bagaimana ekosistem dunia usaha tanpa iklan.
Ibarat kata, pengen nonton bola Liga Inggris, kalau punya uang, kenapa nggak beli tv berlangganan saja? Nah, beruntung bagi yang enggan membuang duit buat biaya langganan tv eksklusif. Sebab, beberapa sponsor seperti Djarum atau Gudang Garam mau menggelontorkan dana miliaran rupiah supaya bisa tayang di tv lokal.
Giliran udah tayang, banyak penonton yang protes. Bola mulai kick off jam 9, tapi 8.30 aja udah banyak komentator sama iklan. Ketika waktu turun minum, teganya para penonton mengganti channel tv. Dan kembali lagi setelah kick off babak kedua. Peluit panjang, matikan tv.
Begitu juga dengan media online. Cari dari google muter-muter nggak nemu, dan akhirnya landaslah ke sebuah situs keren, original, dan useful. Tapi disana terdapat gambar iklan yang mungkin dianggap pengguna akan menghabiskan kuota internet. Gue setuju kalau pemborosan adalah sikap yang buruk, boleh irit, tapi belajar juga untuk menghargai pemilik website.
Tapi bro, saya sebel banget sama iklan yang muncul pop-up (buka sendiri) dan terkadang ada iklan untuk orang dewasa. Lha, yang salah siapa coba?
Keduanya salah! pertama, pemilik website menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dollar. Caranya dengan mengunggah file seperti lagu, software atau file lainnya secara ilegal. Sedangkan pengunjung sudah nggak bisa dibenarkan lagi. Pihak penyedia iklan sehat (seperti google Adsense) pun tak mau menerima situs seperti itu menjadi partner. Jadi, kalian juga perlu tahu jaringan periklanan mana yang aman dan tidak.
Tapi, sebagai pemilik web yang mematuhi kebijakan DMCA (Digital Millenium Copyright Act), sekarang juga kena imbasnya. Yang tadinya pengunjung memasang adblock hanya untuk situs-situs ‘ilegal’ tadi, kini pengguna mulai terlalu bebas mengakses website tanpa iklan. Tentu saja, kunjungan dari UC Browser, Opera Mini atau semua browser yang sudah terpasang Adblock, hanya sebagai beban server saja, tidak menghasilkan apa-apa alias benalu.
Buat remaja, kalian pasti tahu situs seperti Hipwee. Nah, untuk biaya server, membayar gaji, dan lain-lain mungkin setahun bisa mencapai ratusan juta. Untuk menutupinya, darimana lagi kalau bukan iklan? Gue perhatiin situs yang bertarget visitor anak muda urban ini sempat frustasi juga, dan mereka sempat membuat judul R.I.P Hipwee.
Tentu saja, Hipwee.com memiliki pimpinan dan karyawan yang cerdas. Akhirnya mereka menyiasati untuk membuat konten tambahan berupa advertorial. Jadi mereka membuat semacam artikel, namun diarahkan ke sebuah produk yang mensponsori mereka dalam bentuk ‘content partner’. Ketika iklan (dari google adsense) yang udah diblokir sama user yang seenaknya sendiri, mereka tetap dapat pemasukan dari content partner tadi. Tentu saja konten sudah berbau promosi, bukan berdasarkan natural content.
Lain lagi dengan situs Yangmuda.com, banyak sekali info bagus dari situs ini. Tapi, itu tadi, target ke anak muda memang bikin sakit hati. Akhirnya pemilik situs menonaktifkan karena terus merugi, dan domain diarahkan ke kanal mereka, Inilah.com. Tapi, hari ini saya mencoba mengakses situs tersebut. Dan mereka nampaknya mulai mengganti konten ke bahasa Inggris, target luar negeri.
Dan satu lagi, Gudangrocker.com adalah situs yang dibiayai oleh Matoos Network (pemilik Ayomaju.info) dan dikelola oleh saya dan rekan-rekan. Jujur, saya membuat situs ini sejak tahun 2008 sampai sekarang hanya berdasarkan hobi semata dan senangnya berbagi. Dulu, sebelum adanya ramainya Adblock, pemasukan dari iklan cukup untuk biaya server dan domain saja. Untuk masuk kantong saya? biaya untuk ngopi aja kurang. Saya juga nggak enak sama rekan-rekan yang telah berkontribusi memberikan informasi musik substream seperti ; rock, pop-punk, post hardcore atau metal. Akhirnya saya putuskan untuk menutup entah sementara atau selamanya, atau mungkin akan mengganti konten situs tadi, i don’t know…
Jadi, untuk pengguna yang serba pengen enak, saya tak bisa berbuat banyak, itu bukan hak saya ngatur kalian. Karena ini merupakan tantangan digital marketing yang memang mungkin terjadi. Namun, efek dari ekosistem seperti ini, mungkin informasi yang selalu update, satu-persatu bakal menghilang, ini adalah hukum rimba. Mana yang lebih kuat akan bertahan.
Sedangkan untuk publisher seperti saya, kita bisa belajar dari kondisi ini. Ok, jika saya tutup gudangrocker, itu memang udah saatnya, apalagi umur saya yang sebentar lagi masuk kepala tiga udah nggak cocok lagi membahas berita tentang Linkin Park, Avenged Sevenfold, Bring Me The Horizon, atau Simple Plan. Tapi, bagi kalian yang bekerja dengan passion, lakukanlah sesuka hatimu.
Apakah saya akan berhenti menulis? saat ini belum. Saya tetap akan terus berkarya, tapi nggak mau terus-terusan sakit hati. Saat ini saya lebih fokus menulis untuk website berbahasa Inggris. Jelas berbeda, walaupun tujuannya masih ke anak muda, tapi dalam statistik yang saya analisa, mereka bisa menghargai keberadaan situs tanpa memasang adblock. Hanya segelintir saja yang menggunakan UC Browser, itupun dari negara seperti China dan India.
Perlu kalian ketahui, UC Browser merupakan penjelajah internet buatan China (Alibaba Group). Pengguna saat ini mencapai 100 juta user. Terbanyak ada di China, India dan Indonesia. UC Browser dan Opera Mini terbaru secara default telah terpasang Adblock untuk menghilangkan penayangan iklan di website. Dan terakhir, yang bikin saya geleng-geleng kepala adalah UC Browser memblokir semua iklan, tapi mereka memasang iklan di browser tersebut. WHAT THE &^*#((*(@$*()_$#*#!!!
Lantas, apakah ini membuat publisher kecil seperti ane jadi pesimis? Nggak! hanya butuh waktu saja. Mungkin adanya seperti ini, publisher dituntut untuk lebih kreatif, inovatif dan punya daya saing serta lebih memahami bagaimana menjalankan digital marketing. Sekali lagi, ini adalah tantangan, Yes, i’m still young and i like challenge!
memang menjengkelkan uc browser, tapi ya sudahlah mungkin bisa menemukan jalan lain
Saya juga mengamati akhir-akhir ini banyak situs muda yang mulai tidak konsisten. ya hipwee sudah terlalu penuh ‘native ad’ berupa content partner. Situs lain seperti Nyunyu.com mungkin juga tak lama lagi gulung tikar. Tapi beruntung untuk situs anak muda lainnya seperti Hai-online karena berada di bawah induk Kompas Gramedia. Juga dengan Brilio, mereka tetap bertahan dan mencoba peruntungan membuat konten bahasa inggris.
Diblok aja uc browser om
Kl opera gak perlu, asal iklan adsensenya gak pake yg asynchronus.
susah nian nih
ngomong2 soal umur beberapa tahun lagi udah sampe 40 nih
waduhh… mana anak banyak lagi
penghasilan bener2 droptis