Sumber : Suara Merdeka : JAKARTA- Presiden Prancis Francois Hollande menentang keras rencana eksekusi mati warganya, Serge Atlaoui yang divonis mati atas kasus narkoba oleh otoritas Indonesia. Dia bahkan mengancam, rencana kerja sama yang telah dibahas antara dirinya dan Presiden Joko Widodo saat KTTG20 pada November 2014 lalu, juga bisa ditunda. “Kami akan mengambil tindakan bersama negara-negara terkait—Australia dan Brasil. Untuk memastikan tak ada eksekusi,” tutur Hollande seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (25/4).
Dia mengatakan, dirinya akan bertemu Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Senin (27/4) mendatang, untuk membahas masalah ini. “Kami paham bahwa Indonesia ingin memerangi perdagangan narkoba, namun dalam kasus ini, Serge Atlaoui bekerja di laboratorium dan dia tak membayangkan bisa membuat produk ini,” tutur Hollande. Menurut dia, akan ada konsekuensi diplomatik dari Prancis dan Eropa jika Atlaoui jadi dieksekusi mati. “Paling tidak, kami akan menarik duta besar kami dari Jakarta,” katanya seraya menambahkan dirinya tak akan pergi ke Indonesia selama beberapa waktu.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop juga kembali memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk mengampuni duo ‘’Bali Nine’’yang terancam dieksekusi mati karena terjerat kasus narkoba. Permintaan ini sampaikan Bishop setelah Pemerintah Indonesia meminta para perwakilan negara yang warga negaranya akan dijatuhi hukuman mati untuk datang ke LP Nusakambangan, Cilacap.
Adapun 10 napi yang akan dieksekusi dan saat ini sudah berkumpul di Nusakambanga. Mereka adalah Mary Jane (Filipina), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Andrew Chan (Australia), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), dan Serge Areski Atlaoui (Prancis). Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan, ancaman maupun tekanan merupakan hal yang biasa terjadi dalam hal eksekusi mati di suatu negara. Dia pun menegaskan, pelaksanaan eksekusi mati tidak akan dibatalkan. “Eksekusi mati jalan terus, tekanan seperti ini sudah biasa terjadi,” katanya.
Dia kembali mengatakan, seharusnya negara-negara yang menentang eksekusi mati harus menghormati hukum positif yang berlaku di Indonesia. Sejauh ini persiapan pelaksanaan eksekusi mati memang sedang berlangsung dengan dikumpulkannya diplomat asing di Nusakambangan oleh jaksa. “Tentunya setiap negara harus menghormati hukum yang berlaku di negara lain,” terangnya.
Koordinasi Sementara itu, menjelang eksekusi terhadap 10 terpidana mati kasus Narkoba di Nusakambangan, kemarin, digelar koordinasi antara jaksa eksekutor, kuasa hukum para terpidana, dan para diplomat yang warganya dihukum mati. Koordinasi digelar di Kejari Cilacap yang dilanjutkan di Nusakambangan. ‘’Dalam koordinasi tadi kejaksaan memberitahukan bahwa terpidana mati sudah di ruang isolasi dan kami diminta datang ke Nusakambangan,’’ kata Hutomo Karim, pengacara terpidana mati, Raheem Agbaje Salami, warga Nigeria sebelum menyeberang Nusakambangan, kemarin.
Apakah pemberitahuan ini berarti eksekusi tinggal menghitung hari? Dia meminta wartawan menghitung sendiri. ‘’Pemberitahuan ini menjadi notifikasi akan segera dilakukan. Biasanya setelah isolasi kan tiga hari kemudian,’’katanya. Usai berkoordinasi di Kejari Cilacap, mereka mengendarai mobil beriringan menuju Nusakambangan. Di antara rombongan tersebut adalah kuasa hukum Rodrigo Gularte, Christina Widiantarti, kuasa hukum Raheem, Hutomo Karim, Konsulat Jenderal Australia Majel Hind, pengacara duo ‘’Bali Nine’’, Julian McMahon, Konsuler Kedutaan Besar Brasil Leonardo Carvalho Monteiro, dan lainnya.
Mereka menyeberang dengan menggunakan perahu kecil. Keluarga Mary Jane Fiesta Veloso, kemarin, juga mengunjungi dia di LP Besi Nusakambangan. Mereka yang datang termasuk, ayah Mary, Caesar Veloso, ibunya Sesilia, kakak perempuan Sumarita, dan dua anak Mary. Kuasa Hukum Mary Jane, Ismail Muhamad mengatakan, keluarga datang untuk menjenguk Mary Jane karena lama tidak bertemu. ‘’Selain itu, kami juga datang untuk memberitahukan kepada Mary Jane bahwa PK kedua sudah diajukan ke PN Sleman,’’ kata Ismail Muhamad. Terpisah, satu regu tembak dari Brigade Mobile (Brimob) di Polda Jawa Tengah sudah disiapkan untuk proses eksekusi. “Sarana, prasarana, dan regu penembak sudah siap,” ungkap Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Alloysius Liliek Darmanto.
Namun, lanjut dia, pihaknya masih menunggu instruksi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pelaksanaan eksekusi tersebut. “Masih menunggu perintah, dua sampai tiga hari,” ujarnya. Terkait jumlah personel yang mengeksekusi, kata dia, mengacu pada aturan yang sebelumnya. Dalam pelaksanaan eksekusi, 14 personel ditugaskan untuk satu terpidana mati. “Kami melakukan sesuai aturan. Hal ini tugas negara,” jelasnya.
Regu penembak terdiri dari 1 bintara, 12 tamtama, 1 pimpinan perwira yang semuanya anggota Brimob. Jika saat eksekusi mati kali ini ada 10 terpidana, maka jumlah penembak sebanyak 140 orang. Hal senada diungkapkan oleh Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Yacob Hendrik. Pihaknya juga masih menunggu perintah dari Kejaksaan Agung. “Kalau pengamanan di Lapas Nusakambangan sejauh ini sudah sesuai protap,” ungkapnya. (G21, K44,H74,dtc-71)