Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan, iuran BPJS Kesehatan menjadi lebih besar dibandingkan sebelumnya. Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.
Ketua KSPI Said Iqbal menyebutkan secara rinci pada salah satu isi Perpres soal iuran bagi peserta BPJS Kesehatan, yaitu pekerja penerima upah (PPU) mengalami kenaikan menjadi 2 persen untuk pekerja dan 3 persen untuk pengusaha.
“Buruh menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dibayar buruh menjadi 2 persen. Sedangkan pengusaha menjadi 3 persen,” kata Iqbal kepada wartawan Liputan6 di Jakarta, Sabtu (11/3/2016).
Said menilai, di tengah rendah daya beli masyarakat dan kenaikan upah yang dinilai belum mencukupi kebutuhan pekerja sehari-hari, maka kenaikan iuran ini menjadi beban tambahan bagi para pekerja.
“Karena di tengah menurunnya daya beli buruh dan kembalinya rezim upah murah melalui PP Nomor 78 Tahun 2015, maka kenaikan iuran tersebut akan memberatkan buruh,” tegas dia.
Selain itu, kenaikan iuran ini dinilai belum tepat lantaran pelaksanaan program BPJS Kesehatan masih menemui sejumlah masalah.
Said mencontohkan, masih ada peserta BPJS Kesehatan yang mendapatkan penolakan saat akan berobat ke rumah sakit.
“Selain itu pelayanan BPJS Kesehatan belum optimal seperti masih ada orang sakit ditolak rumah sakit, antrian panjang, pemberian obat terbatas yang mengakibatkan buruh menambah biaya obat. Selain itu, provider rumah sakit dan klinik swasta yang terbatas, dan belum jelasnya penerapan Coordination of Benefit (CoB). Jadi belum layak iuran BPJS dinaikan,” pungkasnya.
Berikut daftar kenaikan iuran untuk setiap kelas BPJS Kesehatan.
- Untuk kelas I, naik dari Rp 59.500 per orang per bulan, menjadi Rp 80.000 per orang per bulan
- Untuk Kelas II, naik dari Rp 42.500 per orang per bulan, menjadi Rp 51.000 per orang per bulan.
- Untuk kelas III, naik dari Rp 25.500 per orang per bulan, menjadi Rp 30.000 per orang per bulan.