Mukidi ramai menjadi bahan perbincangan para netizen di Facebook, Twitter, WhatsApp, Line, BlackBerry Mesenger dan masih banyak lagi sosial media lainnya, ini karena kisah Mukidi lucu.
Mukidi berhasil mengocok perut netizen se-Indonesia di tengah banyaknya persoalan melanda negeri ini yang mungkin bikin kepala pening. Kendati telah menghibur banyak orang, namun mungkin masih ada belum mengetahui siapa sebenarnya Mukidi.
Dalam masyarakat Jawa, Mukidi adalah nama yang lazim digunakan untuk orang-orang biasa di kampung. Mukidi biasanya adalah petani, tukang kebun, atau buruh kasar. Nah, bagaimana dengan Mukidi yang berhasil mengocok perut netizen?
Sebenarnya, Mukidi yang dikisahkan tak ada dalam dunia nyata. Dia hanyalah tokoh fiksi, menurut sumber dari ceritamukidi.wordpress.com, dijelaskan siapa itu Mukidi.
“Mukidi berasal dari Cilacap. tipikal orang yang biasa saja, tidak terlalu alim, mudah akrab dengan siapa saja. Punya karir tapi kadang-kadang bisa menjadi apa saja. Istrinya Markonah, juga punya karir tapi tidak terlalu istimewa. Anak mereka 2 orang, Mukirin yang sudah remaja dan Mukiran yang masih duduk di bangku SD. Sahabatnya adalah Wakijan.,”
Saat kisah Mukidi sedang heboh dan viral pada media sosial, telah terungkap siapa sebenarnya penulisnya atau sosok pengarang kreatif di baliknya. Apakah Anda tahu siapa nama pembuat Mukidi?
Soetantyo Moechlas
Pakde Soetantyo, begitulah sejumlah pemilik akun menyapanya, tinggal di Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Ia berasal dari daerah Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Kini, dia adalah seorang freelane untuk proyek tertentu serta eksekutif pada perusahaan farmasi asal Jerman yang telah mendunia, Boehringer Ingelheim.
Jika Anda belum sempat membaca cerita dari Pakde Soetantyo, berikut ini adalah beberapa cerita lucu Mukidi:
Lebaran with Farah Quinn
“Nah, besok lebaran makan apa kita?” “Opor kupat seperti biasa, nasi rendang, ayam pop, dendeng balado, soto Betawi…..” “Koq mewah amat?”
“Sarapan pagi mas Mukidi ikut makan opor kupat bareng panitia sholat Ied di masjid, siangnya kita halal bi halal ke rumah mas Wakijan, istrinya gak masak tapi pesan delivery rumahmakan Sederhana.
Malamnya kita lebaran ke rumah mas Sarmili, istrinya pinter masak soto Betawi loh mas…” “Koq kamu tahu semua?” “Kan sudah dibroadcast di BB…” “Wah mestinya hari kedua kita lebaran di rumah Farah Quinn ya?”
Aint No Kermit
“Mas tadi waktu bukber pada cekikikan ngomongin kodok apaan sih?” tanya Markonah.
“Dulu sekali, aku, Wakijan, Samingan sowan ke mbah Joyongablak nanyain masalah jodoh,”
Mukidi: “Waktu kami pulang, mbah Joyo berpesan: ‘Ati-ati jangan sampai nginjek kodok.’ Celakanya walaupun sudah berhati-hati, Wakijan nginjek kodok. Gak lama, Samingan juga nginjek kodok. Cuman aku yang selamat sampai rumah tanpa nginjek kodok.”
“Memang kalau nginjek kodok kenapa?” tanya Markonah
Mukidi : “Yah tadinya mereka berdua cemas, tapi lama-lama kata-kata mbah Joyo dianggap cuma takhayul. Eh 5 tahun kemudian setelah mereka kawin bininya jelek-jelek, bawel. Rupanya gara-gara nginjek kodok, kata-kata simbah terbukti. Kamu percaya gak Nah?”
“Percaya sih mas, aku dulu juga nginjek kodok….” Jawab Markonah
The Reason
Anon : “Saya bersyukur pak Mukidi akhirnya berhenti merokok, Yah, itu berkat istri saya…istri saya masuk rumahsakit gara-gara rokok…”
Mukidi : “Wah, anda benar-benar sayang istri…”
Anon : “Bukan! Istri saya bolak-balik menyuruh saya berhenti merokok. Lama-lama saya kesal, asbak saya lempar, kena mukanya, saya terkena pasal KDRT, masuk penjara 3 bulan….”
Poison
Mukidi menemui Wakijan : “Celaka Jan. Markonah hampir membunuhku.”
Wakijan : “Kenapa? Kamu diracun?”
Mukidi : “Bukan. Dia masak kolak biji salak”
“Istriku juga suka bikin biji salak.” Wakijan heran, “Apa masalahnya?” tanya wakijan.
Mukidi : “Iya tapi istrku pakai biji salak beneran!”
When The Cookie Jar Is Empty 2
Markonah belanja untuk bikin kue lebaran:
Markonah : “Mas ada terigu?”
Mukidi : “Gak ada bu”
Markonah : “Telor?”
Mukidi : “Kosong bu?”
Markonah : “Gula pasir?”
Mukidi : “Habis”
Markonah : “Terigu gak ada, telor kosong, gula pasir habis. Kenapa gak ditutup saja tokonya?”
Mukidi : “Kuncinya gak ada bu.”
Quit
Dokter : “Hebat. Pak Mukidi sdh brenti merokok ya?”
Mukidi : “Betul. Teman saya mati karena rokok.”
Dokter : “Dia kena kanker?”
Mukidi : “Bukan dok. Motornya ditabrak mobil box Gudang Garam.”
Fair
Selesai berbuka puasa di warung Padang, Mukidi menghampiri pemiliknya: “Uda, pernah dengar gak hadits yang mengatakan bahwa memberi makan orang yang berpuasa pahalanya sama dengan pahala orang yang berpuasa?”
Uda : “Ya, saya sering dengar. Tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun,”
Mukidi : “Syukurlah, uda rupanya sering ngaji ya?”
Uda : “Memangnya kenapa?”
Mukdi : “Dompet saya ketinggalan……”
No Mercy
Mukidi melihat mbah Kartinem sedang kebingungan di kantor pos.
Mukidi : “Bisa saya bantu nek?”
Kartinem : “Tolong pasangin perangko sama tulis alamatnya nak.”
Mukidi : “Ada lagi nek?”
Kartinem : “Bisa bantuin tulis isi suratnya sekalian?” Mukidi mengangguk. Si mbah lalu mendiktekan surat sampai selesai.
Mukidi : “Cukup nek?”.
Kartinem : “Satu lagi nak. Tolong di bawah ditulis: maaf tulisan nenek jelek.”
Pizza Hurt
Dokter : “Wah pak Mukidi, kenapa gigi bapak sampai rompal, rahang bapak bengkak pula?”
Mukidi : “Begini dok, Markonah istri saya membuat pizza untuk berbuka puasa.”
Dokter : “Lalu?”
Mukidi : “Pizzanya keras banget seperti balok kayu.”
Dokter : “Pak Mukidi kan nggak perlu memakannya?”
Mukidi : “Itu yang saya lakukan dok, makanya gigi saya copot gara-gara digampar pakai pizza tadi.”
Milk Yourself
Mobil yang ditumpangi Mukidi, Wakijan dan Samingan mogok di tengah persawahan jauh dari sana-sini, tengah malam pula.
Tidak ada orang atau satu mobilpun yang lewat untuk dimintai pertolongan. Mereka memutuskan untuk bermalam di situ.
Tiga bersahabat itu kemudian berjalan mencari tempat penginapan di sekitar itu. Setelah berjalan cukup jauh mereka akhirnya sampai di sebuah rumah petani pemilik peternakan sapi.
“Selamat malam pak ?” sapa Mukidi, ”mobil kami mogok, boleh kami menumpang bermalam?”
“Selamat malam,” jawab orang peternakan, “maaf saya hanya petugas jaga di rumah ini, yang punya rumah sedang kondangan ke kota, jadi saya tidak bisa memberi ijin…”
“Tolong deh pak, kami bisa tidur dimana saja koq,” sambung Wakijan yang sudah kepenatan.
“Wah bagaiman ya, paling-paling saya hanya bisa mengijinkan bapak-bapak tidur di kandang sapi, kalau mau.” Jawab Orang peternakan
Singkat kata mereka yang sudah kelelahan luar biasa itu setuju. Mereka lalu diantar menuju kandang sapi dan memilih tempat masing-masing di atas tumpukan jerami.
“Hoahm… aku gak bisa tidur…” keluh Mukidi, “lapar…”
“Aku juga gak bisa tidur kalau lapar gini, makan siang tadi cuman sedikit…” sahut Wakijan.
“Bagaimana kalau kita minum susu sapi saja?” Samingan tiba-tiba punya ide brilian.
Mereka serempak setuju, lalu mengendap-endap di dalam kandang yang gelap itu.
“Hmmmm… lezat sekali susu sapiku… “ celetuk Mukidi, “kenyang aku dibuatnya…”
“Susu segar dari sapiku juga membuatku kenyang,” sahut Wakijan.
“Susu sapiku, isinya koq cuman sedikit ya?” kata Samingan, “rasanya juga aneh…”
“Cari puting yang lainnya dong, puting yang itu mungkin sudah kosong…” kata kedua sahabatnya.
“Tapi puting sapiku cuman satu,” jawab Samingan masih bingung, “panjang pula ukurannya…”
Customer Service
Mbah Martokapiran baru saja hendak berangkat ke sawah, ketika terdengar uluk salam:
SPG Panci : “Assalamualaikum kulonuwun…”
Mbah : “Waalaikumsalam, monggo…”
SPG Panci : “Ibu ada pak?”
Mbah : “Sedang pergi nak.”
SPG Panci : “Kemana perginya pak?”
Mbah : “Anu, ke kuburan,” jawab si mbah, “ada apa to nak?”
SPG Panci : “Ini lho, saya mau menawarkan panci,” kata si gadis SPG.
Mbah : “Ya..ya…ya.. yang tahu urusan panci memang ibu-ibu,” si mbah manggut-manggut, “maaf ya saya pegi dulu, sudah siang..” si mbah mengambil cangkulnya.
SPG Panci : “Saya tunggu boleh nggak pak?”
Mbah : “Boleh saja, silakan santai saja nak…”
Menjelang sore, ketika mbah Marto pulang, gadis tadi masih di rumahnya…
SPG Panci : “Pak ibu pergi ke kuburan koq lama ya?”
Mbah : “Memang lama nak, sudah hampir 2 tahun….”