Urbanisasi hampir terjadi di semua negara di belahan dunia manapun, tidak terkecuali Indonesia. Berbondong-bondong orang dari kampung datang ke kota besar terutama Ibu Kota Jakarta untuk mengadu nasib. Istilah ini disebut merantau, mencari rejeki di perantauan. Trus, merantau apa enaknya?
Nha, berikut ini adalah kutipan hasil ngobrol dari seorang perantau dari Aceh yang datang ke Jakarta. Ia merupakan salah seorang perantau yang punya idealisme tinggi. Bahkan obrolan santai ini mungkin bisa menggambarkan perjuangan nya.
Sebut saja Willy, ia telah merantau ke Jakarta sebelum masa reformasi 1998. Jakarta merupakan kota tujuan untuk mengadu nasib. Di kampungnya sendiri, sebenarnya Willy bukanlah orang yang pas-pasan, bahkan kalau kita golongkan ia memiliki banyak sawah dan aset lainnya. Sebelum ia berangkat, ia hanya membawa uang secukupnya walaupun bisa saja ia membawa uang dari orang tua yang juga mempunyai beberapa mobil.
“Bang, kalau di kampung enak, kenapa mesti merantau?” tanya saya.
Ia pun menjawab, ia punya prinsip sebagai seorang lelaki. “Menurut saya, kalau seorang lelaki punya harga diri, jangan ngandelin orang tua, jangan tinggal di rumah orang tua, tapi rumah kita sendiri”.
“Gimana ceritanya kalau orang tua sudah tua, trus kita kan musti juga ngerawat dan tinggal di rumah”
“Itu beda lagi kalau kondisinya seperti itu. Akan tetapi tetep kita harus punya rumah sendiri, kalau bisa bawa orang tua ke rumah kita, kalau nggak kita yang ke rumah orang tua trus rumah kita sendiri kita kontrakin. Sekali lagi, kita sebagai lelaki harus punya rumah!” Tegasnya.
“Kalau kayak bang Willy sih udah enak sekarang ya?”
“Alhamdulillah, orang melihat saat ini, coba kalau saat saya berjuang, itu jauh berbeda. Tidur cuman 3 jam sehari, jam 3 pagi berangkat nyari sesuap nasi, mondar-mandir kesana kemari sampai larut malam. Semuanya nggak ada yang instant. Untuk sampai saat ini, banyak sekali cobaan, kerasnya kota, dan banyak hal lainnya yang jauh berbeda dengan nyamannya kampung.”
“Di kampung kan nyaman, semuanya juga udah ada, tapi kenapa memilih merantau?”
“Itu sih pilihan, dan pilihan saya merantau. Alasannya, saya bukanlah orang yang nyari aman, berada di zona comfort. Dan lebih dari itu, merantau bukanlah sekedar mencari uang semata trus mudik bawa uang banyak seperti pandangan orang kampung umumnya. Justru banyak hal baru yang mungkin tak bisa kita temui di kampung sendiri. Seperti lebih tau seperti apa beragamnya suku dan budaya, dan warna-warni kehidupan. Serta yang paling membuat saya bahagia adalah ketika secara nggak sengaja ketemu istri, dan tambah lengkap kebahagian dengan kehadiran anak-anak kami.”
“Maaf bang, soal suku dan budaya, saya baca di internet aceh sama jawa kok kelihatannya kurang akur ya? “
“Kata siapa nggak akur, biasa aja, di internet tuh cuman tulisan oknum. Tapi emang sih dulu pernah saya temui… hmm saya kan orang Aceh dan kamu orang Jawa, kalau saya ngomong apa adanya gimana? netral aja”
“Ane orangnya selalu open mind bang, lanjutkan…”
“Gini, tau kan orang cina. Di Indonesia mereka rata-rata sukses secara finansial, akan tetapi gaya hidupnya tidak berubah. Sebagai contoh ia baru beli mobil 300 juta setelah punya tabungan 1 M, dan mereka biasa aja. Sementara beda lagi dengan orang jawa, BBJS, tau nggak artinya? Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita. Itu yang sering bikin sebel orang, baru punya mobil itupun belum lunas udah gaya-gayaan. Kayaknya banyak yang sengaja bikin panas tetangga. Tapi nggak semuanya, semoga kamu juga nggak kayak gitu, hidup sederhana enak, tetep low profile. Walaupun begitu, orang asli aceh juga manusia biasa, nggak ada yang sempurna. Sebenarnya sih semua suku dimanapun juga hanya tergantung orangnya, walaupun di sebut sebagai serambi mekah, aceh juga ada orang baik dan orang jahat, sama kayak di jakarta dan kota manapun juga.”
“Oke bang, ane paham. Sekarang kasih tipsnya dong buat yang pengen merantau…”
“Yang pertama nawaitu, niat! Siap mental, perbanyak sodara di perantauan meskipun belum mengenal sebelumnya. Masalah ketipu enggaknya anggap aja buat pelajaran. Bahkan di kota kita juga bisa menemukan banyak orang yang jauh lebih baik. Yang paling penting musti menjadi pribadi yang baik, Insya Allah kebaikan juga akan datang kepada kita. Emangnya kamu mau merantau.”
“Hehe, saya orang nya freelance, i’m from nowhere to everywhere. Saya juga pernah jadi kuli di Jakarta”
“owh iya ya… dulu kan pernah ketemu”
ngakak bareng sambil srutup kopi masing-masing, hahaha slurrrp.