Hidup ini terlalu singkat untuk menjadi orang lain, jadilah diri sendiri ~ kata pepatah kuno.
Petikan diatas ada benarnya juga, menjadi diri sendiri akan terasa lebih baik bila ditinjau dari segi psikologi.
Menjadi diri sendiri menurut psikologi
Bayangkan diri Anda membeli sebuah mobil baru. Apa yang Anda rasakan? Senang dan bahagia? Sekarang bayangkan Anda berhasil melakukan sesuatu yang dari dulu benar-benar ingin Anda lakukan. Seperti, mendapatkan pekerjaan yang Anda dambakan, mencapai puncak sebuah gunung yang dari dulu ingin Anda daki, atau berhasil membuat sebuah resep masakan dengan sempurna. Apa yang Anda rasakan? Senang dan bahagia? Adakah perbedaan perasaan senang dan bahagia pada kedua bayangan tersebut?
Sejak jaman Yunani kuno, Aristoteles sudah merasa bahwa ada kebahagiaan lain yang melebihi kebahagiaan yang sekedar memberikan rasa senang, seperti membeli mobil baru, merasakan nikmatnya mabuk setelah meminum alkohol, melakukan hubungan seks dan lain-lain. Jika Aristoteles menamakan kebahagiaan yang menimbulkan rasa senang sebagai kebahagiaan Hedonic, Aristoteles menamakan kebahagiaan “lain” ini sebagai kebahagiaan Eudaimonic, yaitu saat seseorang merasa potensi hidupnya telah berjalan secara maksimal.
Kebahagiaan Eudamonic, menurut Aristoteles, kebahagiaan yang tidak kosong atau yang hilang setelah sumber kebahagiaan itu sudah tak terlihat mata atau tak terasa oleh indera perasa. Sebagai contoh, menjalin hubungan yang indah dengan seseorang bisa mendatangkan senyum ke wajah kita, bahkan saat orang tersebut sedang jauh di negeri seberang, atau bahkan sudah meninggal.
Menurut Aristoteles, kebahagiaan Eudaimonic lebih bersifat kejiwaan, sehingga lebih membuat jiwa seseorang sejahtera. Lihat saja contoh di atas, perasaan saat kita berhasil meraih cita-cita yang sudah lama kita impikan tentu lebih berharga dari sebuah mobil baru, ‘kan? Peneliti di jaman modern ini mengamini penjelasan Aristoteles.
Tiga orang peneliti dari Amerika Serikat (Michael Steger, Todd Kashdan, dan Shigehiro Oishi) membuktikan perkataan Aristoteles. Mereka menemukan bahwa dalam hidup, orang akan menemukan kebahagiaan Hedonis atau kebahagiaan Eudamonic. Tapi hanya kebahagiaan Eudamonic yang berhubungan dengan kesejahteraan jiwa (psychological well-being). Mereka menemukan bahwa setelah menjalani kebahagian Eudamonic, orang merasa hidupnya lebih memuaskan, merasa bahwa hidupnya lebih memiliki arti, dan merasakan emosi yang lebih positif.
Salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan Eudamonic adalah dengan menjadi diri sendiri. Sebagai ilustrasi, bayangkan seorang akuntan yang merasa bahwa dia lebih senang menjadi seorang pelukis. Tentu dia akan merasa lebih bahagia jika dia beralih profesi menjadi seorang pelukis (atau setidaknya mendapat kesempatan ikut les lukis di akhir pekan). Atau contoh lain, seorang istri yang merasa bersalah karena dia tertarik pada rekan kerjanya di kantor. Rasa bersalahnya ini (yang menghambat rasa bahagia) dapat dihilangkan dengan menerima kenyataan bahwa dia tertarik pada orang lain selain suaminya, dan hal tersebut tidak apa-apa asalkan dia tidak selingkuh dengan orang tersebut.
Menjadi diri sendiri memang membutuhkan usaha dan keberanian. Kita harus bersedia mendengarkan dan menerima pikiran-pikiran tergelap kita. Kita juga harus mencoba mengikuti keinginan terdalam kita (misal, seorang pria yang ingin operasi kelamin karena merasa bahwa jiwanya adalah wanita) walaupun mendapatkan tekanan dari keluarga atau lingkungan di sekitar kita. Menjadi diri sendiri memang memiliki resiko sendiri. Tetapi, di jaman yang makin terbuka ini, sekarang adalah saat yang paling kondusif untuk mencoba menjadi diri sendiri, agar Anda bahagia dan sejahtera secara psikologi.
Cara-cara untuk Menjadi Diri Sendiri
1. Membaca novel
Membaca novel memberikan kesempatan bagi Anda untuk melihat sudut pandang orang lain. Mungkin, dengan mengeksplorasi sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang Anda, justru Anda akan menemukan sudut pandang yang lebih cocok dengan diri Anda.
2. Meditasi
Selain menjadi kesempatan untuk mendengarkan suara-suara di dalam diri Anda, meditasi dapat memberikan kebahagiaan yang tidak tergantung pada hasil kerja Anda. Dengan mengetahui kebahagiaan murni tersebut, Anda bisa mencari tahu apa yang benar-benar membuat Anda bahagia.
3. Memilih apa yang Anda inginkan
Jangan biarkan lingkungan mendikte Anda. Tentukan apa yang Anda inginkan, dan lakukanlah. Sekali-sekali bahkan jangan terlalu memikirkan keputusan Anda.
4. Berhubungan dengan orang lain
Temukan bahwa orang lain juga ingin (dan sudah) menjalani hidup sesuai dengan keinginannya.
5. Bersenang-senang sesuai dengan siapa diri Anda
Olah raga atau berbincang-bincang tanpa arah dengan teman Anda di kafe mungkin adalah ide baik (jika memang Anda menyukainya).
6. Menerima kekalahan
Jangan biarkan kegagalan menambah ketidakbahagiaan Anda. Menerima kegagalan terbukti dapat mengurangi rasa kecewa.
Menjadi diri sendiri menurut Islam
Bagaimana menjadi diri sendiri? Diri Anda adalah Anda dengan segala keunikan dan potensi yang Anda miliki. Menjadi diri sendiri adalah Anda tetap dalam keunikan Anda, tanpa harus mengikuti siapa pun. Para sahabat Rasulullah saw pun tetap pada keunikannya masing-masing. Abu Bakar as, Umar Bin Khathab as, Ustman bin Afan as, dan Ali as pun memiliki keunikan masing-masing tanpa mengurangi kemuliaannya.
Kemudian setiap manusia memiliki potensi. Potensi yang bisa digunakan untuk meraih sukses sesuai dengan keunikannya masing-masing. Untuk menjadi diri Anda sendiri, Anda harus mengoptimalkan semua potensi diri Anda, tanpa harus merubah keunikan Anda atau mengikuti orang lain. Saat keunggulan unik Anda belum dimunculkan secara optimal, maka Anda belumlah menjadi diri sendiri. Mungkin baru setengahnya, atau bahkan seperempatnya, atau baru 10 persen? Bahkan kurang?
Mana bisa menjadi diri sendiri yang seutuhnya jika kita belum mengoptimalkan potensi diri kita seutuhnya? Kita tidak pernah tahu sampai dimana potensi diri kita. Namun sejauh mana pun kita sudah mengoptimalkan potensi diri saat ini, kita masih bisa terus meningkatkannya. Anda masih bisa lebih baik dari saat ini, sesukses apa pun Anda saat ini. Tidak ada yang namanya pencapaian puncak dunia ini. Yang ada hanya nanti di akhirat saat bertemu Allah SWT.
Jadi selama di dunia, kita masih bisa memperbaiki diri kita. Kita jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan menjadikan hari esok menjadi lebih baik dari hari ini:
“Barang siapa yang hari ini sama saja dengan kemarin, merugilah dia. Jika hari ini lebih buruk dari kemarin, dia celaka.Dan beruntunglah bila hari ini lebih baik dari kemarin.” (HR Bukhari)
Jangan berpenampilan nyeleneh jika tidak percaya diri dan nggak berprestasi
para ilmuwan dari Universitas Columbia dan Universitas California menemukan gaya berpakaian yang stylish membuat karyawan bekerja lebih kreatif daripada rekan-rekan kerja yang memilih gaya kasual. Ternyata ada manfaat psikologis dengan mengenakan pakaian stylish, para ilmuwan telah menemukan bahwa pakaian seperti itu mendorong pemikiran abstrak.
Sekelompok peneliti meminta setengah dari relawan siswa untuk pergi ke sebuah wawancara kerja dengan pakaian yang stylish, sementara separuh relawan lainnya berpakaian dengan cara mereka biasa pergi ke kuliah. Semua relawan juga diminta mengisi kuesioner di mana mereka menilai gaya mereka sendiri dibandingan siswa lainnya.
Hasilnya, siswa yang pergi wawancara kerja dengan pakaian bergaya formal menunjukkan pemikiran abstrak yang baik dan bisa memberikan jawaban yang tak terduga. Namun, para siswa yang mengenakan pakaian kasual menunjukkan pemikiran yang lebih praktis. Untuk menjelaskan fenomena ini, para ilmuwan mengatakan bahwa gaya pakaian tertentu bisa membuat orang merasa lebih kompeten, percaya diri, dan kuat.
Pakaian yang ada di lemari pakaian diyakini bisa meningkatkan kreativitas saat dipakai, sehingga orang yang memakainya akan menganggap dirinya mereka luar biasa yang nantinya bisa menghasilkan efek psikologis. Simpelnya, saat kamu memakai pakaian yang kamu sukai entah itu dari segi warna atau model, cenderung akan membuat kamu lebih kreatif.
Tetapi jika kamu mengenakan jeans dan t-shirt, nggak ada juga yang perlu dikhawatirkan. Korelasi antara gaya berpakaian stylish dan kasual tak berarti kalau gaya berpakaian biasa-biasa saja berpengaruh terhadap kecerdasan manusia.
Dan, yang terpenting adalah kamu tetap jujur pada diri sendiri, dengan begitu akan menjaga kepercayaan, kompetensi dan kebebasan berpikir, apapun gaya berpakaian yang kamu pilih.
(adt/ref:genius beauty, motivasi-islami, psikoterapis)