Korea Utara, negara ini tak sepopuler negara tetangganya Korea Selatan. Bahkan, Korut disebut-sebut sebagai negara yang sangat tertutup. Benarkah demikian?
Seperti dilansir dari Metrotvnews.com, hubungan Korea Utara (Korut) dan Indonesia selama ini jarang atau bahkan tak pernah terekspos media. Tak banyak yang tahu bahwa ada Kedutaan Besar Korut berdiri di Jakarta.
“Hubungan dua negara sangat baik. Hubungan diplomatiknya baik. Ada kedubes Korut di Jakarta, bahkan kedubes Korut di Jakarta adalah yang kedua terbesar setelah kedubes mereka di Tiongkok,” ucap Teguh Santosa, Sekretaris Jenderal Persahabatan Indonesia-Korea.
Hubungan diplomatik yang baik ini dibuktikan dengan adanya kerja sama dagang antara kedua negara. “Ada kerja sama dagang, walaupun tak terlalu besar. Kita beli kapal ke Korut dari Wunshan, kapal-kapal yang bermuatan 5.000 ton untuk keperluan Indonesia,” lanjutnya.
Di sisi lain, Teguh merasa Korut adalah sebuah negara normal, sama dengan negara lainnya. Ia menemukan Korut mengalami kemajuan, bahkan saat rezim kepemimpinan Kim Jong-un.
“Saya rasa Korut tidak seburuk yang disampaikan media-media Barat. Saya melihat sendiri di Pyongyang, banyak sekali kemajuannya, apalagi saat rezim Jong-un,” tuturnya.
Menurut Teguh, di rezim Jong-un, ia banyak membangun public utility di Pyongyang. Teguh pun menegaskan bahwa jika ingin membicarakan Korut lebih dalam, harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana sistem politiknya.
“Perubahan di sana sangat luar biasa. Kita harus tahu dulu bagaimana sistem politiknya, di rezim siapa bagaimana sistemnya. Tidak bisa serta merta disamakan semua,” ucapnya lagi.
Ketika ditanya mengenai masyarakat Korut yang tertutup dan terkesan mengisolasi diri, Teguh menampiknya. Berdasarkan pengalamannya yang pernah mengunjungi Pyongyang beberapa kali, ia merasa warga Korut pun sama dengan warga negara yang lain.
“Bagi yang belum pernah ketemu mungkin akan berpendapat seperti itu. Tapi bagi yang sudah pernah nari bareng, ngopi bareng, ya pandangannya beda,” tukasnya.
Selain itu, Teguh berpendapat warga Korut yang membelot ke Korsel bukan dikarenakan sistem pemerintahan Korut. Namun, hal itu disebabkan oleh pilihan individu itu sendiri.
Lalu, ia pun membandingkan dengan WNI yang juga berpindah warga negara. Sejumlah WNI yang menikah dengan WNA, banyak yang akhirnya memutuskan untuk berpindah warga negara. Begitu pun dengan WNA yang menjadi WNI.
“Itu kan masalah pilihan pribadi, bukan karena apa-apa. Warga Korut yang berpindah ke Korsel itu pun karena tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Manusia kan tak bisa memilih mau lahir di mana. Jadi menurut saya, itu pilihan,” pungkasnya.